Pemerintah Indonesia akan meluncurkan bensin baru berbasis bioetanol pada 17 Agustus 2024, menggantikan Pertalite. Peluncuran ini bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan diharapkan menjadi solusi BBM ramah lingkungan yang lebih murah.
Bioetanol adalah bahan bakar terbarukan yang diproduksi dari fermentasi biomassa seperti tebu, jagung, singkong, dan kentang. Berbeda dengan bensin fosil, bioetanol memiliki kadar sulfur yang sangat rendah, menjadikannya pilihan yang lebih ramah lingkungan.
Menurut UGM, bioetanol tersedia dalam beberapa kadar, dengan bioetanol tingkat bahan bakar memiliki kadar minimal 99,5 persen. Penggunaan bioetanol dapat mengurangi emisi gas CO dan meningkatkan angka oktan pada bensin, menjadikannya alternatif yang menarik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan bahwa bioetanol dirancang untuk mengurangi polusi udara. “Kandungan sulfur dalam bensin dapat mencapai 500 ppm, sedangkan bioetanol hanya 50 ppm,” ujar Luhut. Penurunan kadar sulfur ini diharapkan dapat mengurangi penyakit ISPA dan menurunkan biaya kesehatan hingga 38 triliun rupiah.
Meskipun bioetanol menawarkan banyak manfaat, harga BBM baru ini direncanakan sekitar Rp 13.900 per liter, lebih tinggi dibandingkan Pertalite. Namun, biaya produksi bioetanol yang lebih rendah serta kemudahan teknologi pembuatan dapat membuatnya lebih terjangkau dalam jangka panjang. Pemerintah berharap dapat menghemat anggaran negara dengan penggunaan bioetanol.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyatakan bahwa BBM baru ini akan lebih ramah lingkungan dan mengurangi emisi. Meskipun belum ada nama resmi untuk BBM ini, peluncuran bioetanol diharapkan dapat mengurangi dampak polusi dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Sementara itu, Pertamina sedang dalam proses akhir persiapan peluncuran bioetanol. “Kami sedang memfinalisasi semua proses untuk memastikan bioetanol dapat menggantikan Pertalite dengan lancar,” tambah Luhut.
Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Brazil telah sukses menerapkan etanol sebagai komponen wajib dalam bahan bakar kendaraan. Sementara itu, China mengalami kendala terkait penolakan dari pengusaha lokal dan biaya produksi yang tinggi.