Dalam era yang serba cepat ini, banyak dari kita terjebak dalam ritme kehidupan yang membuat waktu terasa melesat. Konsep slow living mulai menjadi topik hangat di media sosial, menawarkan alternatif terhadap gaya hidup yang sering disebut sebagai hustle culture. Tapi, kapan sebenarnya waktu yang tepat untuk menerapkan konsep slow living?
Apa Itu Slow Living?
Dilansir dari Kompas.com, slow living adalah pola pikir yang mengedepankan gaya hidup bermakna dan selaras dengan apa yang dianggap berharga dalam hidup. Baru-baru ini, Lulu Tobing dalam podcast bersama Melanie Ricardo, berbagi tentang bagaimana ia menjalani hidup dengan prinsip slow living. “Saya tidak pernah ngoyo, tidak memikirkan hal-hal yang belum terjadi, dan menikmati hidup walaupun tidak ada kerjaan,” ungkap Lulu Tobing, yang menggambarkan gaya hidupnya yang santai dan bebas dari ambisi yang berlebihan.
Konsep Hustle Culture
Berbeda dengan slow living, hustle culture mendorong seseorang untuk bekerja keras tanpa henti, seringkali mengabaikan waktu pribadi dan kesehatan. Hustle culture memaksa individu untuk terlibat dalam workaholism, di mana setiap hari dihabiskan untuk bekerja demi kesuksesan materi. Konsep ini bisa berakibat pada peningkatan stres dan menurunnya kualitas hidup, karena fokus pada ambisi dan kompetisi.
Prioritas dalam Hidup: Slow Living vs. Hustle Culture
Keputusan untuk memilih antara slow living atau hustle culture bergantung pada prioritas hidup masing-masing individu. Mereka yang memprioritaskan kesuksesan materi mungkin lebih memilih hustle culture, meskipun itu berarti mengorbankan kesehatan tubuh dan mental mereka. Sementara itu, bagi mereka yang lebih mengutamakan kesehatan dan kebahagiaan, slow living bisa menjadi pilihan yang lebih tepat. Slow living mengutamakan kesejahteraan fisik dan mental dengan mengalokasikan lebih banyak waktu untuk aktivitas yang disukai dan mengurangi ambisi yang berlebihan.
Kenikmatan Dunia dan Pilihan Hidup
Renungan mendalam menunjukkan bahwa kenikmatan duniawi adalah fatamorgana yang tidak memiliki implikasi kekal. Pilihan antara slow living dan hustle culture adalah fondasi dari cara seseorang menjalani hidup. Penting untuk memilih jalan hidup yang sesuai dengan prioritas dan nilai-nilai pribadi kita.
Pada akhirnya, apakah memilih slow living atau terjebak dalam hustle culture, pilihan ada di tangan kita. Setiap individu harus menentukan apa yang paling sesuai untuk kesehatan dan kebahagiaan mereka dalam jangka panjang.