Penyelidikan mendalam mengungkap keterlibatan dua anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dalam pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, yang terjadi pada 31 Juli 2024 di Teheran. Kedua individu tersebut merupakan anggota Unit Keamanan Ansar al-Mahdi dan diduga telah bekerja sama dengan Mossad, badan intelijen Israel.
Menurut laporan Anadolu Agency, dua anggota IRGC tersebut diperlihatkan dalam rekaman CCTV saat melakukan aktivitas mencurigakan di Kompleks Saadabad, Teheran. Mereka terlihat memasang bom di kamar tempat Haniyeh menginap beberapa jam sebelum serangan terjadi. Rekaman menunjukkan kedua penjaga itu dengan tenang meninggalkan lokasi setelah operasi selesai, lalu dievakuasi ke negara Eropa utara oleh Mossad.
“Mossad menawarkan imbalan berupa uang sejumlah enam digit dan evakuasi cepat ke Eropa,” ungkap laporan Jewish Chronicle. Setelah memasang bom, keduanya segera dievakuasi dan Mossad melanjutkan rencana pembunuhan Haniyeh di wisma tamu tempat ia menginap.
Pembunuhan Haniyeh memicu ketegangan signifikan antara Amerika Serikat dan Israel. Washington Post melaporkan bahwa pejabat Gedung Putih terkejut dan marah atas tindakan Israel yang dianggap sebagai kemunduran dalam upaya gencatan senjata di Gaza. “Israel memberi tahu kami tentang tanggung jawab mereka atas pembunuhan Haniyeh, yang memicu ketegangan antara pemerintah AS dan Israel,” ujar pejabat Gedung Putih.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menegaskan pentingnya menghindari eskalasi konflik lebih lanjut di Timur Tengah. Blinken menyatakan bahwa AS telah menghubungi Iran dan Israel untuk meredakan ketegangan dan mendorong penyelesaian damai. “Setiap serangan lanjutan hanya akan memperburuk situasi,” kata Blinken dalam konferensi pers, Selasa (5/8/2024).
Setelah kematian Haniyeh, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengecam tindakan Israel dan mengancam balasan keras. “Kami akan membalas darah Haniyeh dan hukuman keras akan diberikan kepada rezim Zionis,” ujar Khamenei, menanggapi pembunuhan tersebut.
Insiden ini menambah ketegangan regional, terutama setelah pelantikan Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian, yang bertepatan dengan pembunuhan Haniyeh.