Kalimantan Timur – Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN), suara kekhawatiran dan tuntutan keadilan dari warga Desa Pemaluan semakin nyaring. Mereka mengungkapkan kekhawatiran terkait kemungkinan penggusuran tempat tinggal mereka demi proyek ambisius pemerintah, tanpa adanya kepastian mengenai hak atas tanah dan ganti rugi yang sesuai.
Suhardi, 39 tahun, salah satu warga Desa Pemaluan, mengungkapkan bahwa perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah memeriksa legalitas tanah mereka pada Mei 2024. Namun, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada warga yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Sebagai gantinya, mereka hanya memiliki sertifikat hak pakai yang berlaku selama 10 tahun, setelah itu lahan harus dikembalikan ke negara.
“Kami sudah lama mencoba mengurus sertifikat hak milik, tetapi sangat dipersulit oleh Pemerintah Daerah,” ujar Suhardi melalui telepon pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Pada 11 Agustus 2024, Pemerintah Daerah Kalimantan Timur menjanjikan peningkatan status tanah menjadi hak milik. Namun, hingga kini, belum ada perkembangan lebih lanjut mengenai janji tersebut. Suhardi mengestimasi bahwa sekitar 25 persen warga RT. 005 dan RT. 006 di Desa Pemaluan akan terdampak oleh penggusuran untuk pembangunan IKN. Banyak warga yang harus meninggalkan rumah tanpa adanya rekomendasi tempat tinggal baru atau ganti rugi yang memadai.
“Masih banyak warga yang belum mendapat ganti rugi, dan yang sudah diberikan pun tidak sesuai dengan nilai sebenarnya. Misalnya, harga bangunan itu 500 juta, kami hanya mendapat 200 juta,” kata Suhardi.
Dia menegaskan kekecewaannya terhadap pemerintah yang sering memberikan janji tapi tidak direalisasikan dengan baik. “Kami merasa diabaikan. Banyak janji dari Januari lalu yang belum terlaksana,” tambahnya.
Sebagai perwakilan warga, Suhardi menyampaikan pesan kepada pemerintah yang saat ini sedang merayakan HUT RI di IKN. “Tolong jangan usir kami dari tempat kelahiran kami. Kami minta kebijaksanaan dari pemerintah agar kami tidak dipindahkan dari tempat asal kami tanpa adanya ganti rugi yang sesuai,” harap Suhardi.